Gongga lima adalah sebuah alat atau
benda yang didalamnya terdapat dua kata, dan ketika dipisahkan mempunyai
pengertian yang berbeda yakni Gongga dan lima. Gongga diartikan sebagai
alat itu sendiri sedangkan lima dalam bahasa Mandar adalah Tangan, jika
dilihat dari pembagiannya, sangat memperjelas identitas serta
eksistensinya yang menjelaskan bahwa ke duanya membutuhkan satu sama
lain. Gongga lima adalah sebuah alat musik yang termasuk klasifikasi
idiopon, idiopon dalam buku Solihing mengatakan sumber bunyinya berasal
dari alat itu sendiri (Solihing ibid Hal: 99) ada persamaan dari
pemaparan Yayat, mengatakan bahwa idiopon adalah bunyi alat yang
menghantar getaran tabuh inti instrument itu sendiri (Yayat Nusantara,
seni SMA jilid 1 2003, Hal: 35 ).
Jenis Gongga lima terdapat diwilayah
balanipa hampir sama dengan alat musik parappasa dari Gowa Sulawesi
Selatan, perbedaan Parappasa dengan Gongga lima dapat dilihat dari
penampilan alat itu, dalam pembuatannya bambu dibelah-belah kecil yang
ukuran bilahannya hampir sama besar dengan pensil sehingga dalam
penampilannya menyerupai sapu lidi, cara memainkannya pun tidak sama
dengan Gongga lawe, sebab ketika dimainkan alat ini dibenturkan kebenda
lain untuk mendapatkan bunyi.
Dahulu di Mandar sampai sekarang masih
dijumpai pekerjaan masyarakat yang pekerjaannya adalah sebagai petani
Areng istilah Mandarnya adalah “Passari atau Tosumari” tempat yang
digunakan untuk mengambil areng disebut “Kokok atau Sue” (bambu yang
panjangnya 1 sampai 1,25 cm, dahulu masyarakat Mandar juga menggunakan
alat ini sebagai tempat mengambil air sekarang jergen atau buah bila,
menurut Kadatira atau biasa disapa A’bana Fatima mengatakan bahwa
pengambil air yang rata-rata pengambilnya adalah seorang gadis selalu
diikuti oleh para pemuda saat itu dan ditempat pengambilan air
(sumur-sumur kecil) kira-kira pukul 17.00 WITA atau saat terbenamnya
matahari, terkadang pertunjukan Gongga lima berlangsung sebagai media
menyampaikan perasaaan seakan memperlihatkan keterampilan mereka,
peristiwa itu terjadi sekitar Abad ke 16 atau masa pemerintahan I
Manyambungi (raja Mandar yang pertama), dari sumber itu para pemuda
membuat alat atau media sebagai bentuk cintannya terhadap sang gadis
tersebut. Sehingga menurut beliau Gongga lima hasil dari peristiwa itu,
dalam pembuatanya tidak ada tiruan dari manapun kalaupun ada persamaan
dari daerah lain maka itu secara kebetulan saja seperti misalnya:
Jarumbing, jika dilihat dari bentuk instrumennya maka kita akan melihat
persis dengan Gongga lima, dalam sejarahnya ada syair diciptakan pasca
peristiwa itu yang diberi judul “ Indo Caawewe” dalam perkembangannya
Gongga lima beralih fungsi hanya sekedar digunakan sebagai pemuas batin
ketika sedang melaksanakan aktivitas menunggu tanaman dikala senggang.
sekarang terkadang alat ini disajikan sebagai penambah bunyi eveck pada
sebuah pementasan, baik itu pementasan musik, tari, maupun teater.
Bentuk Penyajian
Dahulu petunjukan Gongga lima diadakan
berdasarkan konteks/lomba tetapi tidak direncanakan karena setiap
pertunjukannya diadakan secara tiba-tiba dan atas dasar kesepakatan
pemain, Kadatira mengatakan jika matahari terbenam malampun tiba
menyelimuti suasana kampung saat itu, satu persatu para pemuda
berdatangan serta ditangan mereka tidak terlupakan Gongga lima sambil
memainkannya, hampir setiap malam terjadi peristiwa itu, jika para
pemuda sudah berkumpul maka lomba diadakan pertunjukanpun berlangsung,
tidak ada juri/penilai khusus, setiap pemain bertanggung jawab pada apa
yang mereka lakukan, tidak ada panggung karena dimana ada pemain disitu
ada pertunjukan, atau ditempat-tempat nongkrong, mereka harus sepakat
untuk menentukan siapa pemenangnya, hadiah tidak jadi masalah karena
pertunjukan hanya bertujuan sebagai pemuas batin dan teman suasana sunyi
diperkampungan, kategori pemenang berdasarkan pada kemerduan bunyi
gongga dan cara bermain, penilaiannya pun dilakukan melalui jarak jauh
dan bukan jarak dekat, bentuk penilaian ini ada hubunngnnya jika telinga
ditutup, jadi hal ini dapat dikatakan bahwa masyarakat balanipa sudah
memahami tentang bagaimana bentuk mendengarkan bunyi yang merdu
(berkualitas) mereka yang kalah harus mengakui kekalahannya/sportifitas
masih dijunjung tinggi saat itu dan yang menang terkadang beruntung
sebab Gongga lima terbaik biasanya ada yang ingin menukar dengan pohon
kelapa, jadi dalam permainannya tidak pernah ditemukan sara/masalah
antar warga tetapi sangat disayangkan, pertunjukan semacam itu sudah
tidak ditemukan hingga sekarang disebakan pemain jarang ditemukan,
pertunjukan Gongga lima hanya sekedar penambah bunyi eveck garapan
musik yang terkadang dilakukan karena pelestarian budaya. Tidak ada
jenis Gongga lima yang mendasar sebab, dalam penampilannya gongga yang
terbuat dari dulu hingga sekarang tidak pernah ditemukan perubahan baik
itu secara betuk maupun bunyi, kendati demikian yang perlu diperhatikan
pada saat pembuatannya karena harus memilih bahan paten sehingga dapat
menghasilkan bunyi yang merdu dan tidak mudah rusak.
Referensi :
|
0 komentar:
Posting Komentar